20120423

Suma SINDO, 23/04/2012, Politik Transaksional Rampas Hak Rakyat

Saat musim kampanye dengan mudahnya kita menemui poster-poster besar calon wakil rakyat terpampang lengkap dengan janji-janjinya akan memperjuangkan kepentingan rakyat.

Namun, setelah itu, mereka justru menggunakan jabatan untuk merampas hak-hak rakyat dan janji-janji yang ada ibarat tong kosong nyaring bunyinya. Bagaimana mungkin mereka memikirkan kesejahteraan rakyat jika sebelum menjabat saja mereka sudah merencanakan prospek kesejahteraan pribadi dan golongan, terbukti beberapa di antara calon mendekam di balik jeruji rumah sakit jiwa pascafrustrasi tak terpilih atau mendekam di balik jeruji tahanan setelah menjabat beberapa tahun sebagai wakil rakyat karena korupsi.

Pada 2011 tercatat 245 tersangka korupsi telah ditangani KPK, mayoritas pelakunya adalah wakil rakyat yaitu gubernur (8),wali kota dan bupati (22), anggota DPR dan DPRD (43), serta pejabat eselon I, II, serta III (84). Jumlah sementara uang negara yang diselamatkan oleh KPK sebesar Rp7,9 triliun.Sementara saat ini ada sekitar Rp50 triliun potensi kerugian negara berasal dari kasus korupsi pembayaran pajak.

Korupsi jelas merugikan rakyat karena seharusnya dana tersebut dapat dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat. Program-program pengentasan kemiskinan seperti raskin bahkan menjadi sasaran strategis para pejabat negara maupun pejabat daerah. Salah satu penyebab tren tindak pidana korupsi yang semakin meningkat dewasa ini adalah tingginya biaya politik.

Biaya politik yang dimaksud adalah biaya sewa perahu, biaya operasional parpol, dan setoran wajib dari persentase gaji yang diterima. Biaya sewa perahu parpol tentu bukan rahasia umum, miliaran rupiah dikucurkan agar calon tertentu diusung oleh parpol tertentu. Belum lagi dana operasional mesin partai misalnya saja calon pejabat daerah harus memperhitungkan tim sukses tingkat dua, anak cabang dan ranting, sosialisasi, kampanye, saksi di semua TPS, PPS, serta PPK.

Selain itu, kewajiban memberikan setoran untuk kepentingan parpol pascaterpilih. Artinya, biaya politik yang tinggi dan dilakukan secara transaksional ini menjadi cikal bakal tindak pidana korupsi di Indonesia. Jangankan membuat rakyat semakin sejahtera, praktik ini justru membuat rakyat harus bergaul dengan kemiskinan.

Pendorong utamanya adalah tekanan parpol yang menjadikan wakil rakyat sebagai mesin uang politik meskipun tidak dapat digeneralisasikan (Fitra, 2012).Guna menanggulangi itu, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kendaraan politik berupa partai. Mau dan mampukah parpol dari pusat sampai daerah memangkas politik transaksional yang ada saat ini, berupa biaya sewa perahu,dana operasional,juga setoran kepada parpol?
 

ALIA NOOR ANOVIAR
Mahasiswi Jurusan Manajemen
SDM, FEUI

20120411

Cobalah Jujur, Menyoal Perasaanmu

"Saya termasuk orang yang percaya bahwa perasaan itu tidak pernah bisa dibohongi, ya mungkin kadang bisa dimanipulasi tapi tentu tidak akan bertahan dalam waktu yang lama. Saya juga termasuk orang yang susah percaya sama orang lain, apalagi lawan jenis. Tapi buat saya, kesan pertama itu memberikan arti yang sangat berarti : baik atau buruk."

Entah kenapa beberapa hari belakangan ini jadi sering terima curhatan atau ya setidaknya melihat beberapa teman yang patah hati (Hahaha... Ketawa Nyinyir, Lihat Kaca).

"Itu nggak masalah buat aku, tenang aja. Kan aku cuma ngefans, garis bawahin ya aku cuma ngefans. Jadi yaaa nggak masalah." Tapi beberapa detik kemudian keluar semburat bening airmata. "Aku baik-baik aja, aku cuma butuh ice cream." (A)

Awalnya memang mungkin hanya terkesan dengan beberapa hal yang doi lakukan, dan lalu mulai muncul ketertarikan. Nggak berani kenalan karena ngerasa punya dunia yang berbeda, dan lalu cuma bisa meringis saat melihat status facebook-nya berubah.

"Bener kan dia...? Aku cuma tau dari temennya, tapi nggak nyangka beneran... kok beneran sih? Dia jahat banget!!!" (B)

Ngerasa dia cuma temen lama kamu? Terus ternyata ada perasaan lain yang datang nggak diundang dan ternyata nggak pernah mau pulang (Kayak Jelangkung Jaelangsep --") Ya ya ya, nggak semua orang itu tipikal orang sensitif, ada juga ya masa bodoh sama perasaan orang lain. Dan kalau pun dia baik ke kamu itu bukan artinya dia suka kamu, dia baik ya karena kamu adalah teman dia. No meaning in her/his attitude!!!

Yuhuuuu saya nggak pengen ngetawain orang-orang yang hobi memendam perasaan dan menunggu (penuh harap) bahwa waktu itu akan tiba. Yaaa probabilitas sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi itu 50:50 (versi saya), tapi kalau memang sudah yakin dengan apa yang kita yakini kenapa mesti takut?

"Saya suka sama kamu sejak pertama kita ketemu. Tapi waktu itu kamu sudah ada yang punya... Sekarang udah nggak ada kan? Boleh nggak saya pedekate sama kamu? ..." (C pada D) "Sejak kapan?" (D pada C) "Satu setengah tahun lalu..." (C pada D) "Kenapa nggak pernah bilang?" (D pada C) "Karena kamu sudah sama yang lain." (C  pada D) "... Maaf sekarang pun saya sudah ada yang punya, baru saja, kamu telat." (D pada C)

Menunggu itu kadang menyenangkan, menunggu untuk hal-hal yang pasti menyenangkan. Berbeda dengan menunggu tanpa sebuah tujuan yang jelas. Tinggal ngomong doang lhoooo, ngomong. Emang susah sih, tapi daripada telat.

Apa mau bilang gengsi? takut ketahuan sama teman? dilarang agama? Saya rasa agama bukan melarang seseorang mengungkapkan perasaan, asal tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang oleh agama. Kalau masalah teman, kalau memang ketahuan lalu kenapa? Perasaan itu sesuatu yang nggak bisa ditutup-tutupi dalam kurun waktu yang terlalu lama, cobalah jujur setidaknya pada diri sendiri.

"Saya bukan tipikal orang yang suka menunggu dan saya sudah mau mentolerir untuk menunggu, bukan cuma sehari atau dua hari. Dan saat ini saya sudah bosan untuk menunggu."


Launge Room MUIC,
11042012 06.25