20140731

Dreamdelion : Dream with Purpose (1)

Melewati 2 tahun lebih kebersamaan bersama Dreamdelion. Melaju dari satu cerita ke cerita lainnya bersama teman-teman dan masyarakat yang berdaya bersama kami. Melewati fase demi fase yang tidak jarang membuat kami diliputi canda tawa, tangis duka, atau sekedar perasaan lega dan tidak enak rasa. Perjalanan ini tentu masih sangat panjang, masih banyak mimpi-mimpi yang belum kami realisasikan, masih banyak yang baru sekedar menjadi rencana dan cita-cita.

Orang bertanya apa yang sebenarnya kami cari dari perjalanan ini? Mereka melihat kami berletih-letih, tanpa imbalan yang berarti. Tapi justru untuk kami, bisa berbuat walau sedikit untuk orang-orang yang membutuhkan adalah sebuah prestasi. Ketika kami belum punya apa-apa, ketika kami bukan siapa-siapa, terutama ketika kami masih dengan semangat idealisme untuk tidak egois memikirkan diri sendiri.

Satu demi satu cerita terukir dengan manisnya, saya senang bisa menjadi bagian di dalamnya. Menjadi bagian dari sejarah sudah biasa, mengapa kita tidak menciptakan sejarah? 

***

Mengawali kisah Dreamdelion jujur saya katakan bukan hal yang mudah, mengalami penolakan demi penolakan dari masyarakat yang menjadi sasaran program pemberdayaan. Masyarakat yang tinggal pada lingkungan kumuh perkotaan seperti Manggarai (Jakarta Selatan) biasa dihadapkan dengan bantuan-bantuan instan berbentuk charity. Mereka sudah berada pada comfort zone-nya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang mereka rasakan. Menjadi lebih baik seolah bukan pilihan, apalagi janji-janji surga yang menawarkan perubahan hidup lebih baik bagi mereka sebelum Dreamdelion datang membuat mereka menjadi tawar terhadap kata 'perubahan'.

Bersyukur pernah diberikan bekal kenekatan untuk memasuki gang demi gang, meskipun sambutan kurang menyenangkan datang dari mereka. Gang-gang sempit yang nyaris tanpa penerangan, karena rumah-rumah saling berdempetan sehingga tidak menyisakan ruang untuk matahari masuk ke dalamnya, menjadi saksi kesungguhan ingin melakukan perubahan. Saat itu saya mengajak mereka untuk berkumpul di Balai PAUD, saya bilang akan memberikan pelatihan kerajinan tangan kepada masyarakat untuk selanjutnya dijual. Berbagai tanggapan datang, tapi ada tanggapan dari salah satu warga yang tidak pernah saya lupa sampai sekarang, hal ini yang menjadi pelecut untuk tidak hanya sekedar memberikan harapan.

"Mbak yang dulu kan? Aduh mbak sudah lama, sudah 4 bulan... Dulu mbak janji mau ngajarin kita bikin sajadah terus dijual, kita tunggu-tunggu sampai bosen dan lupa. Eh sekarang nawarin lagi, mahasiswa mah emang gitu janji doang..." ujar salah satu warga.

Degh...!

Saya mencoba mengingat-ingat, empat bulan lalu saya masih di Thailand. Rasa-rasanya juga baru kali ini saya menawarkan program pemberdayaan kepada masyarakat. Dan sajadah? Bahkan saya tidak pernah merasa menawarkannya.

Lalu saya pun mencoba menjelaskan dan benar saja ternyata karena sama-sama menggunakan jilbab sehingga si ibu tadi mengira saya adalah seseorang yang muncul 4 bulan lalu. Ini hanya salah satu alasan mengapa sulit mengajak masyarakat ketika itu untuk tergerak, terlebih saya yang tidak tau bagaimana cara pendekatan yang tepat bagi mereka.

***

Motivasi terbesar saya ketika itu hanya untuk mendapatkan pendanaan agar sanggar belajar dapat terus berjalan. Bantuan dari pihak lain yang tidak kontinyu, tabungan semakin menipis, dan jumlah pengajar yang mau terlibat kegiatan sangat minim membuat gerak sanggar tidak sesuai yang diharapkan. Saya sebagai mahasiswi fakultas ekonomi tidak paham bagaimana mengajar anak-anak sehingga yang saya lakukan setiap kesana hanya mendiamkan anak yang menangis, bertengkar kadang sampai main pukul-pukulan, dan beragam tingkah lainnya dari mereka.

Berbicara tentang sanggar belajar, awalnya difokuskan untuk memberikan pendidikan karakter. Namun pada proses berjalannya sama saja memberikan kelas-kelas pelajaran yang juga dipelajari di sekolah. Anak-anak yang ditangani pun sangat unik, mereka sangat sulit diminta menurut. Hal ni diakui oleh para pengajar terutama yang tidak hanya mengajar di sanggar belajar kami ketika itu. Kehilangan kesabaran akhirnya saya memutuskan untuk menyudahi saja kegiatan yang ada, sampai saatnya tiba di hari dimana saya ingin menyampaikan keputusan itu pada anak-anak terjadi percakapan antara kami, percakapan yang membuat Dreamdelion ada sampai saat ini dan inshaAllah seterusnya.

Hari itu anak-anak sangat manis tidak seperti biasanya, tenaga saya tidak terkuras seperti biasanya juga meskipun hanya sendiri menghadapi sekitar 15 anak. Saat jam sanggar sudah akan berakhir, kami pun duduk melingkar. Muncullah celetukan-celetukan mereka, mereka ingin kegiatan sanggar tidak hanya satu kali seminggu karena mereka suka. 

Saya tidak pernah menyangka akan muncul kesan yang sangat baik dalam diri mereka terhadap kegiatan sanggar, mengingat hampir setiap minggu kesana saya selalu marah-marah dan ngambek karena mereka nakal. Akhhh hari itu, satu persatu memeluk saya dengan gaya merajuk khas anak-anak. Saya tidak menjanjikan apa-apa kepada mereka, tapi jelas apa yang mereka inginkan juga menjadi keinginan saya agar kegiatan kami tidak hanya di hari minggu pagi, seminggu sekali.

***

Berkeliling gang, mengundang ibu-ibu setempat untuk hadir. Sesuai jadwal jam 11.00 pagi di hari minggu ketika itu, saya hanya mendapati 7 orang hadir yang terdiri dari 5 ibu, 1 anak SMK, dan 1 anak yang sudah putus sekolah. Padahal sekitar 40 rumah saya datangi dimana satu rumah bisa terdiri dari 1-3 KK. Saya tidak bisa menyembunyikan kekecewaan, 

Langkah pertama memang selalu terasa sangat berat, namun langkah selanjutnya tidak akan tercipta tanpa adanya langkah pertama bukan?

Menjelaskan kepada mereka tentunya bukan pekerjaan yang mudah, yang ditanyakan pasti tidak jauh-jauh dari 'uang'. Sekali lagi jangan menjanjikan agar jika tidak dapat memenuhinya, tidak ada yang merasa kecewa. Melihat semangat 7 orang yang hadir nyatanya bisa mengubah mood saya sebelumnya, ya inshaAllah bisa. Harus optimis!

Apa saja yang dijelaskan pada pertemuan pertama?

1. Model kegiatan yang akan dilaksanakan misalnya kegiatan dilakukan berapa kali dalam satu minggu dan pada hari apa juga berapa jam dan kegiatan yang dilaksanakan seperti apa (menjahit/melukis/menggambar dll).

2. Tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dimana harus ditekankan pada kebermanfaatan masyarakat sasaran dan tidak hanya menekankan pada aspek finansial tapi juga non finansial seperti keahlian yang akan didapatkan oleh mereka.

3. Sistem insentif atau manfaat yang akan diterima dimana harus jelas peraturan dari awal seperti kalau di Dreamdelion yang bekerja akan mendapatkan bahan baku lalu bisa dikerjakan di rumah dan diperiksa setiap minggu, yang lolos standar bisa dijual akan mendapatkan insentif per pcs produk sesuai kesepakatan di depan.

4. Lama program berjalan, siapa yang akan terlibat, dan sejauh apa peran masyarakat yang mendapatkan program tersebut.

Pelatihan pertama Dreamdelion.

Terdapat beberapa hal yang harus diantisipasi sejak awal seperti bagaimana menjaga motivasi masyarakat agar tetap bersemangat melaksanakan program, terutama bagaimana menjaga motivasi diri sendiri dan tim yang terlibat karena ini sangat penting. Kedua, ketersediaan modal untuk melaksanakan program dan sebanyak apa error diperbolehkan terjadi. Ketiga, bagaimana menjaga kegiatan dapat terus berlangsung misalnya kalau di Dreamdelion berarti pemasaran produknya harus kemana dan setiap bulan harus terjual berapa agar operasional tidak terganggu.

(Con't)


info@dreamdelion.com
www.dreamdelion.com

20140728

Generationpreneur Club!

Randomly, saya punya ide di hari raya ini hahaha... Sejak ada Dreamdelion yang pelan tapi pasti mewujudkan ide-ide saya dan teman-teman, saya semakin merasa bebas dan berani untuk memiliki ide karena inshaAllah merealisasikannya hanya menunggu komitmen dan waktu saja.

Sejak ada Dreamdelion juga dan sanggar belajar Dreamdelion Cerdas mengadakan kegiatan entrepreneurship dan kelas profesi untuk anak-anak di Manggarai, saya jadi pengen punya semacam Mompreneur Club. Anw emang saya itu orangnya gampang pengenan hahaha jadi jangan kaget kalau ada yang nyeletuk sesuatu di Dreamdelion, saya langsung asal tunjuk buat yang bilang agar bisa merealisasikannya (klo kata anak-anak Dreamdelion "Hati-hati ngomong di depan kak via..." Hahaha...)

Tapi saya waktu itu mikir, ntarlah bikin Mompreneur Club kalau sudah punya anak sendiri. Mmm tapi kayaknya terlalu lama kalau nunggu itu ya, jadi saya pikir kalau niat baik itu harus banget disegerakan. Niat baik buat bikin Mompreneur Club maksudnya! Nah tapi ternyata sudah ada >>> Website Mompreneur Berarti harus cari nama yang lain dong ya dan konsepnya juga harus berbeda, kalau mompreneur.com fokusnya ke ibu-ibu rumah tangga yang juga pebisnis nih, menarik banget kalau buat yang mau belajar dan cari inspirasi. 

Saya sebenarnya terkesan dengan cerita Ibu saya beberapa bulan lalu yang akhirnya memberikan ide baru untuk saya, menjadikan adik saya Musa sebagai percobaan untuk proyek yang akan saya buat ini...

Musa punya ayam di rumah dan ayamnya bertelur lebih dari 10 telur. Ceritanya dia lagi pengen sesuatu untuk dibeli nih tapi Ibu nggak mau beliin dia. Dan tau saudara-saudara apa yang dia perbuat? Dia akhirnya mengajak Ibu untuk keliling dari rumah ke rumah menjual telur-telur ayam tersebut. Nah dari situ dia dapat uang lebih dari Rp 100.000,- lho entah memang harganya atau orang kasih dia karena kegigihannya. Waktu telpon, dia cerita dengan bahagianya hahaha si adek :3 Akhirnya saya dapat ide, pengen banget mencetak adik-adik saya menjadi entrepreneur. But, I'm still have no idea to make it real -_- 
Sampai akhirnya Ibu cerita kalau adek sudah berani bantu untuk mandiin kambing, sudah tau kan kalau ada Dreamdelion Ngawi? Meskipun belum seberapa karena masih sekitar 5 kk yang mendapatkan program ini, namun inshaAllah optimis akan berkembang dengan baik. Nah memang ada beberapa kambing yang letak kandangnya pas di belakang rumah, Musa sebenarnya takut sama kambing tapi sekarang sudah berani, hebat yaaa adek! 
Musa setiap kali telpon selalu minta mainan, yaudah saya bilang aja ke Ibu gimana kalau setiap mandiin kambing maka dia mendapatkan insentif jadi nggak kebiasaan minta tapi mengusahakan sesuatu yang dia inginkan. InshaAllah cara itu akan bikin dia lebih mandiri kan? Bukan karena tak sayang, justru karena sayang banget sama adek sendiri jadi nggak boleh manjain adek hahaha... In the next 5 years from now, my target is make him as an independent entrepreneur! That's means he has his own capital for his business.

Musa saat masih takut sama kambing :3

And now I proudly present :

GENERATIONPRENEUR CLUB

Generationpreneur Club merupakan kumpulan dari calon ibu yang ingin belajar menjadi wirausaha dan menjadikan anak-anaknya wirausaha di masa depan (belajar untuk menciptakan generasi entrepreneur). Being a mom is a big deal, ladies. We must prepare our best until that moment happen :)

Kapan launching-nya dan bagaimana konsepnya? Tunggu saja inshaAllah tanggal 18 Agustus 2014 akan saya share yaaa :D Hahaha... Hopefully banyak yang tertarik dan mau gabung :) 


20140720

Bagaimana Rasanya Menjadi Ibu? (2)

"Rasa-rasanya ini pengalaman pertama saya benar-benar menjadi Ibu untuk mereka. Akkkkkhhhh saya tidak memungkiri bagaimana sulitnya mengatur mereka, tapi saya bahagia setiap kali mereka menurut tanpa menangis dan tanpa menunjukkan wajah masam. Apalagi ketika apa yang saya katakan disambut dengan tawa, sebenarnya senyum mereka saja lebih dari cukup untuk saya, aihhh manis sekali anak-anak ini!"

Sepulang dari acara A Walk to Share dari KHI, kami pun dengan suka cita pulang bersama. Ya yaaa yaaaa tentu anak-anak sangat senang karena mereka masing-masing mendapat tas baru dan alat sekolah.

"Kalian Happy?"
"Happyyyyy kakkkkk" dengan wajah berseri-seri.

Anak-anak mendapatkan makanan kotak, sementara saya dan marissa tidak hahaaaa lupa nggak ambil makanan sehingga kami memutuskan ke KFC. Makan bersama disana, sepanjang makan mereka tidak berhenti untuk menceritakan semua yang mereka jalani hari ini. Mereka membahas semuanya, terlebih Uma dan Dias yang membuka kado mereka ternyata untuk orotan pensil hehe :)

Mereka makan puding dan es krim setelah makan sekotak nasi yang diberikan panitia, ketika ada yang tidak menghabiskan makanannya maka yang lain menasehati. Aduhhh anak-anak pintar sekali yaaa.

Kali ini kami pun menunggu kereta menuju Manggarai. Sempat terpisah saya dan Emil lalu marissa bersama Uma, Dias, dan Dandi. Sempat panik lalu saya dan Emil pun menunggu di Stasiun Jayakarta. Alhamdulillah perjalanan yang menyenangkan, saya dan marissa senang sekali, anak-anak Alhamdulillah sangat senang inshaAllah. Mengantar mereka sampai rumah, semoga menjadi pengalaman yang baik untuk Dias, Uma, Kemil, dan Dandi.

(end)
 
 

20140712

Bagaimana Rasanya Menjadi Ibu?

Berawal dari kajian-kajian kemuslimahan yang saya ikuti sejak semester 4 di bangku kuliah, namun hanya sekali dua kali alias tidak sering karena bisa dihitung jari. Saya kurang merasa tertarik dengan kajian-kajian seperti itu karena hanya berupa teori dan berbagi pengalaman dari pembicara, sementara saya tidak merasakan apa yang dibicarakan.

Namun semenjak ada sanggar Dreamdelion dengan programnya parenting program, saya menjadi tertarik dengan kajian-kajian yang berhubungan dengan bagaimana pola asuh anak, bagaimana cara menghadapi anak dengan berbagai tipe atau karakter, bagaimana memberikan pembelajaran kepada anak, fase-fase penting dalam tumbuh kembang anak, dsb. Dan sejak itu juga saya rutin mengikuti parenting program diluar yang diadakan oleh Dreamdelion Cerdas.

Semakin belajar rasanya semakin bertanya-tanya, "Nanti di masa depan, saya akan menjadi Ibu yang seperti apa?"

Tulisan ini jauh sekali dari unsur kegalauan ataupun kode-kodean hahaha, sungguh sedang tidak berminat dengan yang seperti itu saat ini. Tulisan ini saya buat sekedar ingin berbagi pengalaman sekaligus rasa terima kasih saya kepada seseorang istimewa bernama Ibu,

"Dear Mom, terima kasih sudah menjadikanku seperti yang saat ini, merawatku dengan ketelatenan, membuatku tumbuh tanpa dimanjakan, dan mengajarkanku tentang banyak hal yang istimewa. Orang bilang aku replikasi dari Ibu, mungkin iya ya untuk keras kepalanya dan kenekatannya. Tapi jelas aku ingin menjadi lebih baik dari Ibu, sepertinya kita selalu berkompetisi untuk menunjukkan siapa yang terbaik diantara kita, iya kan Bu? Hehehe..."

Saat ini bisa dibilang usia yang rawan dengan pertanyaan : "Kapan menikah"

Setiap kali menanggapi pertanyaan itu kadang-kadang saya menanggapi iseng, "Duh ngomongin nikah banget, yang direncanain serius aja belum tentu kejadian apalagi yang nggak direncanain." (IFYWIM hahahaaaa)

Ketika memikirkan tentang pernikahan maka saya akan berpikir dengan satu hal yang melekat pada pernikahan, yaitu kehadiran anak-anak dari pernikahan tersebut. Itu juga yang membuat saya selalu menanyakan pentingnya anak terutama aspek pendidikan pada anak kepada orang-orang yang menyampaikan niat baiknya kepada saya.

Baiklah saya mulai ceritanya ya tentang "Bagaimana rasanya menjadi Ibu?"

Saat ini saya melakoni dua profesi, yaitu sebagai sociopreneur melalui Dreamdelion dan sebagai banker di salah satu dari lima bank terbaik di Indonesia. Kedua profesi tersebut mengajarkan saya tentang banyak hal terutama karena interaksi saya dengan para ibu. Seringnya mendengar curhatan para ibu tentang anak-anak mereka membuat saya tidak berhentinya mengeksplor untuk mencari jawaban, "Lalu ibu yang ideal itu seperti apa?" Dan belum dapat jawabannya sampai saat ini.

Membayangkan beberapa teman di bank yang sedang dalam kondisi hamil namun tetap bekerja dan pulang malam, rasanya mmm... agak-agak takut gimana gitu saya dengan kondisi baby di dalam perutnya, terutama pekerjaan di tempat saya yang tingkat stresnya tinggi. Tapi mereka survive dan terlihat tetap bahagia juga positif dalam keseharian. 9 bulan masa kehamilan tentu bukan masa-masa yang dapat diremehkan, masa depan seorang anak ditentukan sejak masih di dalam perut ibunya. See ladies, peran kita sangat penting membentuk masa depan bangsa ini karena calon-calon pemimpin masa depan inshaAllah adalah anak-anak kita.

Bersama seorang bayi di Desa Cibereum, Cisarua, Bogor saat mengisi acara K2N UI.

Setelah masa 9 bulan kehamilan, seorang Ibu menjadi 'relawan' untuk anaknya ketika melahirkan. Tidak sedikit Ibu yang tidak terselamatkan, setidaknya salah satu teman saya mengalaminya. Anaknya selamat sementara Ibunya mengalami pendarahan sehingga meninggal dunia. Akhhhh saya masih sering menyebalkan ke Ibu, "Maaf yaaa bu ntar nakalnya aku kurang-kurangin deh :p"

Nah kemarin ini saya baru saja merasakan sendiri bagaimana berperan menjadi Ibu untuk 4 anak Sanggar Dreamdelion, beruntung sekali ada Marissa --- nggak bisa membayangkan kalau sendirian O_O


12 Juli 2012. Kami mengajak 4 anak sanggar Dreamdelion untuk mengikuti acara Indohistoria. Uma, Kemil, Dias, dan Dandi dipilih karena mereka anak-anak termanis dalam artian lebih menurut dan pendiam dibandingkan anak-anak lainnya di sanggar, selain itu usia mereka yang masih di kisaran 6-8 tahun membuat kami akan lebih mudah meng-handle. Saya dan Marissa menjadi pendamping mereka berempat kemarin.

Kami berangkat dari Stasiun Manggarai, saya memegang Dias dan Uma sementara Marissa dengan Dandi dan Kemil. Anak-anak sangat antusias selama perjalanan berangkat. Beruntung suasana kereta tidak penuh seperti biasanya, anak-anak pun duduk di bangkunya masing-masing. Awalnya sangat manis-manis, beberapa menit kemudian mulai berdiri di atas kursi, mulai bertanya ini dan itu, lalu bergelantungan dengan pegangan tangan di atas. Dan peran kami berdua sebagai pendamping mulai terasah.

Seperti yang saya pelajari dalam salah satu parenting program, "ketika anak-anak tidak mengikuti aturan maka beritahu kepada mereka tentang sanksi jika mereka tidak memenuhi aturan dengan tegas tanpa menyakiti, bukan bermaksud membuat mereka ketakutan tapi memberikan pengertian." Mereka pun mulai menurut, namun tidak sekali dua kali mengulangi ketika kami lengah. Seisi gerbong melihat ke arah kami, positive thinking saja lah dilihatin karena anak-anak lucu :p


Sesampainya di Stasiun Jakarta Kota, kami menuju Museum BI. Tertinggal dari rombongan lainnya karena anak-anak lama sekali persiapannya, jadi teringat dulu saat masih kecil mau pergi sama Ibu yang paling dipikirin sama Ibu juga menyiapkan anak-anaknya (saya dan adik).

Beberapa kali hampir keserempet kendaraan, huwaaaa bawa anak orang -_- Padahal sudah dijagain banget, tapi anak-anak sangat sulit dikendalikan di jalan. Kembali kami mengingatkan tentang aturan dan mulai memberitahu sanksi yang akan mereka dapatkan jika tidak menurut : "Kakak tidak akan lagi mengajak kalian jalan-jalan kalau tidak menurut sama kakak..."

Sampai juga kami di Museum BI bertemu dengan Anna dan Kang Asep Kambali dari Indohistoria. Anak-anak dipakaikan pin pengenal untuk memulai perjalanan sambil belajar sejarah hari itu.


Selama perjalanan, anak-anak bernyanyi semau mereka, mengoceh tentang apapun yang mereka lihat, dan kembali bertanya ini dan itu. Yaaaaap saya tau mengapa menjadi Ibu itu harus cerdas karena anak-anak jaman sekarang sangat kritis dalam bertanya dan kita sebagai perempuan dituntut mengerti banyak hal.











Melihat anak-anak menikmati perjalanan bersama teman-teman barunya membuat saya dan marissa sangat senang. Meskipun berulang kali mereka mengeluh capek dan selalu menanyakan kapan sampainya, tapi mereka menikmati tempat-tempat baru yang mereka kunjungi.







Selepas acara, kami pun menuju Auditorium Museum BI. Uma dan Dias mendapatkan kadoooo lho karena di pin nya ada tulisan KHI. Sementara Dandi dan Kemil tidak mendapatkan, nah disinilah kembali peran kami sebagai pendamping diuji. "Semua akan dapat hadiah karena menjadi anak yang baik, jadi tidak perlu sedih ya. Uma dan Dias mendapatkan hadiah karena ada tulisan yang diminta panitia di pin mereka..." kurang lebih begitu kami menjelaskan.

Anak-anak membutuhkan penghargaan dan ketika mereka tidak mendapatkannya dari luar maka kita sebagai orangtua harus bisa mengapresiasi mereka agar mereka tidak merasa dibedakan.






Setelah di Auditorim Museum BI, kami menuju Masjid untuk mendengarkan ceramah dan dongeng untuk anak-anak. Dilanjutkan dengan buka puasa bersama. Setelah itu tentu foto bersama hehe karena katanya nih yang nggak foto maka tidak terekam dalam bagian sejarah hehe ^^ Anak-anak mendapatkan tas baru dan alat sekolah, Alhamdulillah senangnya. 

Dan masih ada cerita saat kepulangan kami menuju Manggarai, nanti akan saya lanjutkan hehe karena saya harus pergi dulu mengikuti Buka Puasa Bersama di Manggarai.

(To be continue)