20140712

Bagaimana Rasanya Menjadi Ibu?

Berawal dari kajian-kajian kemuslimahan yang saya ikuti sejak semester 4 di bangku kuliah, namun hanya sekali dua kali alias tidak sering karena bisa dihitung jari. Saya kurang merasa tertarik dengan kajian-kajian seperti itu karena hanya berupa teori dan berbagi pengalaman dari pembicara, sementara saya tidak merasakan apa yang dibicarakan.

Namun semenjak ada sanggar Dreamdelion dengan programnya parenting program, saya menjadi tertarik dengan kajian-kajian yang berhubungan dengan bagaimana pola asuh anak, bagaimana cara menghadapi anak dengan berbagai tipe atau karakter, bagaimana memberikan pembelajaran kepada anak, fase-fase penting dalam tumbuh kembang anak, dsb. Dan sejak itu juga saya rutin mengikuti parenting program diluar yang diadakan oleh Dreamdelion Cerdas.

Semakin belajar rasanya semakin bertanya-tanya, "Nanti di masa depan, saya akan menjadi Ibu yang seperti apa?"

Tulisan ini jauh sekali dari unsur kegalauan ataupun kode-kodean hahaha, sungguh sedang tidak berminat dengan yang seperti itu saat ini. Tulisan ini saya buat sekedar ingin berbagi pengalaman sekaligus rasa terima kasih saya kepada seseorang istimewa bernama Ibu,

"Dear Mom, terima kasih sudah menjadikanku seperti yang saat ini, merawatku dengan ketelatenan, membuatku tumbuh tanpa dimanjakan, dan mengajarkanku tentang banyak hal yang istimewa. Orang bilang aku replikasi dari Ibu, mungkin iya ya untuk keras kepalanya dan kenekatannya. Tapi jelas aku ingin menjadi lebih baik dari Ibu, sepertinya kita selalu berkompetisi untuk menunjukkan siapa yang terbaik diantara kita, iya kan Bu? Hehehe..."

Saat ini bisa dibilang usia yang rawan dengan pertanyaan : "Kapan menikah"

Setiap kali menanggapi pertanyaan itu kadang-kadang saya menanggapi iseng, "Duh ngomongin nikah banget, yang direncanain serius aja belum tentu kejadian apalagi yang nggak direncanain." (IFYWIM hahahaaaa)

Ketika memikirkan tentang pernikahan maka saya akan berpikir dengan satu hal yang melekat pada pernikahan, yaitu kehadiran anak-anak dari pernikahan tersebut. Itu juga yang membuat saya selalu menanyakan pentingnya anak terutama aspek pendidikan pada anak kepada orang-orang yang menyampaikan niat baiknya kepada saya.

Baiklah saya mulai ceritanya ya tentang "Bagaimana rasanya menjadi Ibu?"

Saat ini saya melakoni dua profesi, yaitu sebagai sociopreneur melalui Dreamdelion dan sebagai banker di salah satu dari lima bank terbaik di Indonesia. Kedua profesi tersebut mengajarkan saya tentang banyak hal terutama karena interaksi saya dengan para ibu. Seringnya mendengar curhatan para ibu tentang anak-anak mereka membuat saya tidak berhentinya mengeksplor untuk mencari jawaban, "Lalu ibu yang ideal itu seperti apa?" Dan belum dapat jawabannya sampai saat ini.

Membayangkan beberapa teman di bank yang sedang dalam kondisi hamil namun tetap bekerja dan pulang malam, rasanya mmm... agak-agak takut gimana gitu saya dengan kondisi baby di dalam perutnya, terutama pekerjaan di tempat saya yang tingkat stresnya tinggi. Tapi mereka survive dan terlihat tetap bahagia juga positif dalam keseharian. 9 bulan masa kehamilan tentu bukan masa-masa yang dapat diremehkan, masa depan seorang anak ditentukan sejak masih di dalam perut ibunya. See ladies, peran kita sangat penting membentuk masa depan bangsa ini karena calon-calon pemimpin masa depan inshaAllah adalah anak-anak kita.

Bersama seorang bayi di Desa Cibereum, Cisarua, Bogor saat mengisi acara K2N UI.

Setelah masa 9 bulan kehamilan, seorang Ibu menjadi 'relawan' untuk anaknya ketika melahirkan. Tidak sedikit Ibu yang tidak terselamatkan, setidaknya salah satu teman saya mengalaminya. Anaknya selamat sementara Ibunya mengalami pendarahan sehingga meninggal dunia. Akhhhh saya masih sering menyebalkan ke Ibu, "Maaf yaaa bu ntar nakalnya aku kurang-kurangin deh :p"

Nah kemarin ini saya baru saja merasakan sendiri bagaimana berperan menjadi Ibu untuk 4 anak Sanggar Dreamdelion, beruntung sekali ada Marissa --- nggak bisa membayangkan kalau sendirian O_O


12 Juli 2012. Kami mengajak 4 anak sanggar Dreamdelion untuk mengikuti acara Indohistoria. Uma, Kemil, Dias, dan Dandi dipilih karena mereka anak-anak termanis dalam artian lebih menurut dan pendiam dibandingkan anak-anak lainnya di sanggar, selain itu usia mereka yang masih di kisaran 6-8 tahun membuat kami akan lebih mudah meng-handle. Saya dan Marissa menjadi pendamping mereka berempat kemarin.

Kami berangkat dari Stasiun Manggarai, saya memegang Dias dan Uma sementara Marissa dengan Dandi dan Kemil. Anak-anak sangat antusias selama perjalanan berangkat. Beruntung suasana kereta tidak penuh seperti biasanya, anak-anak pun duduk di bangkunya masing-masing. Awalnya sangat manis-manis, beberapa menit kemudian mulai berdiri di atas kursi, mulai bertanya ini dan itu, lalu bergelantungan dengan pegangan tangan di atas. Dan peran kami berdua sebagai pendamping mulai terasah.

Seperti yang saya pelajari dalam salah satu parenting program, "ketika anak-anak tidak mengikuti aturan maka beritahu kepada mereka tentang sanksi jika mereka tidak memenuhi aturan dengan tegas tanpa menyakiti, bukan bermaksud membuat mereka ketakutan tapi memberikan pengertian." Mereka pun mulai menurut, namun tidak sekali dua kali mengulangi ketika kami lengah. Seisi gerbong melihat ke arah kami, positive thinking saja lah dilihatin karena anak-anak lucu :p


Sesampainya di Stasiun Jakarta Kota, kami menuju Museum BI. Tertinggal dari rombongan lainnya karena anak-anak lama sekali persiapannya, jadi teringat dulu saat masih kecil mau pergi sama Ibu yang paling dipikirin sama Ibu juga menyiapkan anak-anaknya (saya dan adik).

Beberapa kali hampir keserempet kendaraan, huwaaaa bawa anak orang -_- Padahal sudah dijagain banget, tapi anak-anak sangat sulit dikendalikan di jalan. Kembali kami mengingatkan tentang aturan dan mulai memberitahu sanksi yang akan mereka dapatkan jika tidak menurut : "Kakak tidak akan lagi mengajak kalian jalan-jalan kalau tidak menurut sama kakak..."

Sampai juga kami di Museum BI bertemu dengan Anna dan Kang Asep Kambali dari Indohistoria. Anak-anak dipakaikan pin pengenal untuk memulai perjalanan sambil belajar sejarah hari itu.


Selama perjalanan, anak-anak bernyanyi semau mereka, mengoceh tentang apapun yang mereka lihat, dan kembali bertanya ini dan itu. Yaaaaap saya tau mengapa menjadi Ibu itu harus cerdas karena anak-anak jaman sekarang sangat kritis dalam bertanya dan kita sebagai perempuan dituntut mengerti banyak hal.











Melihat anak-anak menikmati perjalanan bersama teman-teman barunya membuat saya dan marissa sangat senang. Meskipun berulang kali mereka mengeluh capek dan selalu menanyakan kapan sampainya, tapi mereka menikmati tempat-tempat baru yang mereka kunjungi.







Selepas acara, kami pun menuju Auditorium Museum BI. Uma dan Dias mendapatkan kadoooo lho karena di pin nya ada tulisan KHI. Sementara Dandi dan Kemil tidak mendapatkan, nah disinilah kembali peran kami sebagai pendamping diuji. "Semua akan dapat hadiah karena menjadi anak yang baik, jadi tidak perlu sedih ya. Uma dan Dias mendapatkan hadiah karena ada tulisan yang diminta panitia di pin mereka..." kurang lebih begitu kami menjelaskan.

Anak-anak membutuhkan penghargaan dan ketika mereka tidak mendapatkannya dari luar maka kita sebagai orangtua harus bisa mengapresiasi mereka agar mereka tidak merasa dibedakan.






Setelah di Auditorim Museum BI, kami menuju Masjid untuk mendengarkan ceramah dan dongeng untuk anak-anak. Dilanjutkan dengan buka puasa bersama. Setelah itu tentu foto bersama hehe karena katanya nih yang nggak foto maka tidak terekam dalam bagian sejarah hehe ^^ Anak-anak mendapatkan tas baru dan alat sekolah, Alhamdulillah senangnya. 

Dan masih ada cerita saat kepulangan kami menuju Manggarai, nanti akan saya lanjutkan hehe karena saya harus pergi dulu mengikuti Buka Puasa Bersama di Manggarai.

(To be continue)


No comments: