20130627

Saya dan Anak-Anak, 180 Derajat



Saya masih ingat sekali bagaimana perangai jahil saya selalu muncul ketika melihat anak-anak, entah kenapa juga saya benci dengan yang namanya anak-anak terutama sejak punya adik di usia sekitar 17 tahunan dulu. Siapapun yang mengenal saya dulu pasti tau kalau saya perempuan yang kasar, keras kepala, nggak mau ribet. Interaksi dengan anak-anak? Fyuhhh jangan ditanya, saya pasti selalu enggan setiap kali diminta menjaga ponakan atau adik, kalau tetap dipaksa pasti itu anak-anak saya buat nangis. Wajar kalau anak-anak pun tidak ada yang mau mendekat.

Namanya Musa, usianya kini hampir 5 tahun,
dia adik saya lho :D Sekarang lagi pinter-pinternya minta mainan :p
Tapi hahaha ternyata memang apapun bisa berubah, ya apapun termasuk perasaan saya ini. Sedikit gombal sih, tapi sekarang anak-anak dengan mudahnya mengambil perhatian saya dan saya jatuh cinta pada mereka.

Ini kisahnya...

Hal ini berawal ketika saya di semester 2, saat itu membutuhkan suasana berbeda dan merasa sangat suntuk. Akhirnya mencari-cari kegiatan di luar lingkungan kampus dan saya menemukannya. Ya mereka adalah Komunitas Sahabat Kecil, dari namanya saja pasti kalian sudah membayangkan apa fokus dari komunitas ini kan? Komunitas ini berada di salah satu desa di bogor, butuh 2 kali ganti angkot dari stasiun bogor. Sungguh saya kaget saat pertama kali datang kesana, sangat banyak anak-anak dan rasanya sudah mau mati (lebay sih tapi serius). Dan salah satu pengurus mengamanahi saya mengajar bahasa inggris untuk anak-anak kelas 4-6 SD. Saya mulai merasakan, "harus gini banget ya anak-anak ini belajar. Di teras orang dengan atap seadanya, sementara saya dan salah satu kakak lainnya tidak beratapkan apapun. Tapi kenapa mereka sungguh bersemangat? Ini berlebihan... Ya bahkan ketika tadi saya bersama teman-teman baru datang mereka sudah berkumpul, ini ada ratusan anak, ratusan? Ratusan monster... Mereka dengan riangnya menyalami satu per satu dari kami - kami yang mereka sebut kakak." Pikir saya ketika itu.

Tapi ternyata pertemuan pertama itu menjebak saya, mereka menjebak saya dalam kerinduan. Meskipun saya tidak bisa memungkiri, setiap kali mengajar dan mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti maka membuat saya menjadi jengkel. Apalagi kalau ada yang bertengkar, belum lagi pecah tangis diantara bocah-bocah itu. Tapi... tapi... apa yang membuat saya mmm lebih tepatnya mulai bersemi perasaan suka kepada mereka? Sederhana, setiap kali mereka menjabat tangan saya lalu sesekali bergelayut dan beberapa ketika menangis diusap rambutnya dengan lembut lalu terdiam, beberapa minta digendong, minta dipeluk minta diperhatikan. Anak-anak... Semangat mereka untuk belajar tanpa mengeluh tempat yang sempit, kadang bau, dan sangat seadanya tapi yang penting tetap bisa belajar dengan kakak-kakak. Mereka membuat saya pribadi belajar banyak, tentang arti kebersamaan dan bersyukur.


Ini adalah adik-adik Komunitas Sahabat Kecil, Kecil-kecil Cabe Rawit :)

Menghadapi anak-anak bukan hal yang sederhana, mereka memiliki dunianya sementara saya yang merasa bukan lagi anak-anak bisa dibilang enggan memaklumi dunia mereka. Saya rasa Allah membuat saya menyadari bahwa anggapan saya terhadap anak-anak itu sedikit salah, anak-anak bukan se-monster yang saya bayangkan tapi yaaa tetap mereka tetap menjengkelkan. Bukan berarti pada detik setelah mengajar pada Komunitas Sahabat Kecil lantas saya langsung menjadi peri baik hati untuk mereka, masih ada yang mengganjal dalam hati saya. Tapi saya sungguh harus mengucap terima kasih kepada Komunitas Sahabat Kecil, disana saya mendapat AHA Moment tentang anak-anak.

Ya tentang anak-anak, apa benar mereka menyebalkan?


Tahukah teman-teman daerah kumuh di Ibukota bernama Bantaran Kali Manggarai? Mungkin hanya sekitar 10 menit dari area segitiga emas Sudirman. Yaaaa benar disana benar-benar kumuh, masyarakatnya pun bekerja serabutan, satu rumah bisa dihuni sampai 3 kk. Jangankan masuk ke dalamnya, untuk melongok ke gang-gang sempit disana saja tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Apalagi jika melintasi area depannya yang bertumpuk sampah, mungkin kesan pertama yang ditunjukkan oleh lingkungan ini benar-benar tidak mengesankan. Tapi menjadi berbeda ketika saya, sentia, dan site menemukan anak-anak di foto tersebut. Mereka menjadikan Bantaran Kali Manggarai menjadi salah satu bagian paling bersejarah dalam hidup saya.


Ruangannya sempit, tidak ada yang menarik di dalamnya. Hanya gantungan-gantungan kertas yang tak jelas. Tapi di sana mimpi itu dimulai, disana saya mulai mencintai anak-anak tanpa sebab, karena cinta adalah perasaan dan perasaan muncul karena kebiasaan, perasaan tidak memerlukan sebuah alasan.

Mengenal Manggarai, mengenal anak-anak, mengenal tentang perasaan ini. Benar, mereka bukan monster seperti yang saya sebut selama ini. Mereka hanya berusaha merefleksikan kreativitasnya dengan 'cara' mereka, cara yang mungkin dipahami oleh orang-orang yang mengaku dewasa seperti saya adalah sikap nakal atau bandel. Nyatanya bukan, saya yang tidak bisa membaca selama ini karena saya hanya melihat dari perspektif pribadi. 

Siapa sangka anak-anak justru yang membuat saya berubah, 180 derajat. Berubah sikap pada anak-anak, tidak lagi seperti dulu. Galak? Tetap mmm lebih tepatnya tegas karena kata teman-teman dari FPsikologi, anak-anak jangan dimanjakan dan sebagai orang dewasa harus bisa tegas pada anak-anak, tegas lho ya bukan galak cuma memang tegasnya saya seringkali diartikan galak sehingga beberapa anak merasa sebal karena saya tidak lagi memanjakan mereka seperti dahulu. Hehe... terlepas dari semua itu sebenarnya hal yang ingin saya sampaikan melalui cerita sederhana ini "Saya dan Anak-anak, 180 Derajat" adalah setiap orang bisa berubah kapan saja dan dimana saja oleh hal-hal yang tidak bisa diperkirakan, seperti saya yang sangat tidak suka dengan anak-anak menjadi penyuka anak-anak karena nyatanya anak-anak adalah makhluk Allah yang sangat menyenangkan, kita pun pernah kan menjadi anak-anak? :)


Ini namanya Debby, bocah super pendiam di Sanggar Dreamdelion Manggarai :)

Kalau yang ini namanya Alia, setiap kali rindu bayi selalu beli nasi uduk di tempat Ibunya Alia ntar sambil makan bisa sambil main sama Alia :*

Hahaha... Kalau ini sama anak-anak Manggarai selepas acara Gerakan Manggarai Sehat :D


Zidane emang ngegemesin, kalau yang ini ponakan akuhhhh :D


Depok, 27 Juni 2013.


Alia Noor Anoviar




20130623

Sudah Sejauh Ini...

Kadang secara tidak sadar dan tiba-tiba saya sering berpikir, "sudah sejauh ini?" Sudah hampir 22 tahun ada di dunia, melakukan banyak hal dengan segala keburukan dan mungkin sedikit kebaikannya. Melewati masa-masa TK-SD-SMP-SMA-S1. Dan setiap masa menyimpan ceritanya tersendiri. Sudah sejauh ini juga rupanya kaki melangkah ke beberapa tempat dengan segala pesona alamnya yang memikat hati.

Lewat tulisan ini pengen bernostalgia tentang beberapa kejadian dalam perjalanan kehidupan yang mungkin akan semakin membuka mata dan pikiran bahwa semuanya sudah sejauh ini...

Menjadi anak pertama setelah 5 tahun masa penantian Bapak dan Ibu, menjadi anak yang super dimanja dan diistimewakan. Mungkin saya tidak ingat, tapi foto-foto yang disimpan rapi dalam album besar berwarna cokelat di rumah cukup menjelaskan perjalanan semasa kecil. Kata orang saya ini waktu bayi nangisnya paling kenceng jadi sering gangguin tetangga tengah malam, bahkan seorang tetangga rumah bude di Surabaya selalu bilang setiap kali ketemu "walah arek iki wis gede, ndek mben nangise ora ketulung" namanya Bu Pangkat, usianya mungkin sudah 60-an tahun dan beliau selalu menggoda saya setiap kali pulang ke Surabaya. Tapi saya pikir ya normallah kalau bayi nangisnya kenceng kan bayi sehat hahaha... Bapak sangat memanjakan saya, katanya dulu setiap kali ada tukang mainan lewat saya selalu minta dibelikan dan Bapak pun membelikan, kalau sudah begitu ibu pasti sewot (ibu cemburu kali ya :p) Lalu juga kenakalan-kenakalan khas balita, mencampur satu blek makanan dengan air lalu diaduk-aduk +_+

Waktu sudah menginjak bangku TK, saya selalu menangis katanya kalau diantar ke sekolah sama orangtua karena maunya digendong oleh tukang becak namanya Pak Syukur, sampai saya SMP masih main ke tempat Pak Syukur. Udah digendong maunya juga naik di belakang becak. Kalau ditanyain sama ibu guru kemana Bapaknya selalu bilang "lagi sama Krisdayanti" karena nemuin foto Bapak sama Krisdayanti dan sejak itu Bapak nggak mau jemput pulang karena diledekin sama ibu guru (ya salah ibu gurunya ngeledekin bapak ya? bukan salah sayaaa! hahhahahha). Inget banget tragedi naik pohon gara-gara mau dipijet sama tukang pijet, terus sama ibu dikejar dan ketangkapppp (Oooooo pertahanan saya kayaknya waktu itu sangat lemah :3). Ibu saya adalah ibu paling sabar di dunia kayaknya, tiap kali pulang dari TK (saat itu belum bekerja) ibu selalu saya dudukkan untuk menerima pelajaran yang saya dapatkan dari ibu guru. Kata ibu waktu kecil saya jauh dari kata 'nakal', nggak pernah minta-minta dibeliin mainan (pas balita aja begitu), dan nurut apapun mau ibu tapi ya itu sangat pendiam dan polos. Karena males main sama teman-teman pernah di suatu hari saat masih TK, saya letakkan sapu tangan di ayunan lalu saya ayunkan sekencang-kencangnya dan dukkkkkkk kena bibir lalu berdarah. Sejak itu nggak lagi main ayunan dan marah sama ayunan (euuuu geje abis yaaaa :3)

Waktu SD ini terlalu banyak cerita pem-bully-an. Badan saya waktu itu paling kecil diantara teman-teman lainnya (jadi gendut kelas 3 SD). Karena juga baru pindah dari Jember ke Jenggawah yang mayoritasnya orang Madura jadi nggak punya teman, mungkin juga karena saya nggak paham bahasanya (sampai sekarang pun meski sudah lebih dari 15 tahun disana tetap saja tidak bisa bahasa madura). Yang paling saya ingat, karena pak ustad bilang kalau melakukan hal baik pakai tangan kanan dan hal buruk pakai tangan kiri maka saya ambil uang ibu pakai tangan kiri, uang itu saya setor ke kakak-kakak kelas setiap hari dan akhirnya ketahuan. Kedua tangan saya langsung diikat di tempat tidur tingkat di rumah, ibu menutup kamar dan saya pun menangis. Hari itu, saya belajar banyak dan mulai tidak lagi takut di bully karena tidak mau lagi dimintain uang yang mungkin bakal ambil uang ibu lagi. Itulah ibu, memberi pembelajaran dengan tidak banyak bicara - belajar banyak tentang disiplin dari ibu. Saat kelas 1 SD, saya lebih suka menggambar daripada memperhatikan guru di kelas sehingga rapot cawu 1 kelas 1 benar-benar berantakan dengan deretan angka 6 dan 7. Lalu ibu dipanggil bu guru karena semua buku saya isinya gambaran :3 (kan anak-anak ya) Sejak itu, ibu setiap malam selalu mengajari saya - mengulang semua pelajaran - dan di cawu 2 sudah bisa dapat ranking 5. Ibu memang hebat!!!

Nah lepas dari SD sebenarnya saya mau masuk Ponpes Modern Gontor, sudah bisa bahasa arab dan inggris sebelum itu karena ibu bersikeras me-les-kan. Tapi mendekati waktunya saya menangis terus dan tidak mau kesana, alasannya? Karena om saya bilang kalau keluar dari sana rambutnya bakal punya 7 warna euhhhh dan saya percaya +_+

SMP saya mulai tinggal sendiri, di Ngawi yang berjarak 10 jam dari jember. Banyak alasan, banyak hal yang berubah ketika itu dalam hidup saya, hal-hal yang tidak mungkin bisa ditolak. Saya yang sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan rumah ditempatkan dalam kosan yang lebih tepat disebut asrama karena bangun jam 4 pagi, sapu dan pel kamar, cuci baju sendiri, ada jam belajar, dannn tidak ada TV. Siplah ketika itu rasanya tertekan tapi Allah menguatkan. Saya jadi kenal yang namanya teman, sahabat, keluarga yang sebenarnya. Belajar banyak hal selama 3 tahun. Menjadi orang yang lebih terbuka dan mudah bersosialisasi, kata orang saya berubah 180 derajat (coba bayangkan) dan benar-benar berubah.

Dan ketika SMA saya kembali ke Jember, bersekolah disana. Terjadi salah satu peristiwa bersejarah dalam hidup saya, saya menggunakan jilbab. Ini juga tidak pernah terduga sebelumnya, dulu di SMP saya nge-geng dan mainannya tengkar mulu sama anak cowok kalau mereka gangguin teman-teman saya. Suatu ketika saya iseng bilang, "kalau nem aku 24 minimal, aku pakai jilbab" di depan teman-teman geng. Eh waktu nilai keluar dapat 28,27, teman-teman pun meledek dan saya mengurungkan niat berjilbab. Saya kembali bilang, "kalau masuk sma 1 deh pakai jilbab" Dan malam tes pun saya nonton sinetron, main-main, selepas tes merasa nggak bisa karena selama tes saya pakai dadu buat jawab pertanyaan. Saat itu saya sudah siap ke sekolah swasta kristen, ternyata Allah berkata lain saya lulus dan saya pun berjilbab. Banyak hal yang terjadi di masa SMA ini, hal-hal baru yang saya lakukan seperti kompetisi menulis dan beberapa olimpiade. Dulu bisa dibilang jadi salah satu siswi beken (euuuuuu hahhahaha), waktu malam perpisahan pun masuk 4 dari 5 nominasi TER :3 Terbaik, terpintar, teramah, dan terlucu sedangkan 1 kategori lainnya tercerewet tidak masuk, sontak diledekin teman-teman karena yang memilih memang adik kelas. Saya jarang masuk kelas, lebih banyak di rumah dan jalan-jalan. Biasanya saya main game di rumah dengan dalih penelitian diluar, tapi Alhamdulillah karena setiap bulan bisa memberikan piala untuk sekolah jadi semua percaya +_+ (maap yaaaa jadi ngaku hehe) Alhamdulillah juga tetap bisa menduduki peringkat 1 saat itu, sepertinya nilai pemberian bapak dan ibu guru yang sangat baik hehe (maap lagi yaaaa). Banyak pertanyaan, "di sma berapa kali pacaran?" Hahahhaaa untungnya dulu waktu smp punya perjanjian sama ibu, "aku ga akan pacaran sebelum lulus SMA" dan saya cukup berkomitmen untuk itu jadi memang benar-benar bisa membatasi diri dengan dalih janji ke ibu. Rindu rasanya dengan masa-masa SMA ini, masa yang menghantarkan saya ke salah satu universitas terbaik di Indonesia. PPKB Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

(Saya capek ngetik jadi ntar dilanjutin lagi kali ya, dadahhhhhhh)