Bagaimana awalnya memulai Dreamdelion? (Dreamdelion
berdiri 18 Juli 2012)
Sepulangnya
saya dari pertukaran mahasiswa ke Thailand selama 4 bulan kebetulan teman-teman
sedang ujian akhir, saya pun dalam kondisi menganggur dan galau mau melakukan
apa. Awalnya mau pulang kampung namun ternyata ada permasalahan akademis yang
harus diselesaikan terkait pengambilan sks pada semester berikutnya.
Permasalahan ini sempat membuat saya stres dan menangis di depan wakil dekan
FEUI dan pihak dekanat karena saya dijanjikan dapat mengambil sks penuh di
semester berikutnya, namun ternyata ada pengingkaran dan kondisinya lemah
secara hukum (tidak punya bukti legal) sehingga terpaksa hanya bisa mengambil 3
sks di semester pendek dan 12 sks dimana 6 sks matkul & 6 sks skripsi di
semester 7, sementara semester 8 harus mengambil 24 sks. Dalam kondisi seperti
itu, saya berusaha tetap positif (meskipun berulang kali menangis karena merasa
dalam posisi terjepit). Karena saat itu juga tidak memegang amanah dalam
organisasi atau kepanitiaan maka berusaha menciptakan kegiatan.
Mengajar
kembali di sanggarai (sanggar belajar anak-anak Manggarai yang saya dirikan
bersama sentia dan site) dan sangat menikmati suasana yang tercipta. Namun
ternyata kegiatan baru ini menciptakan rasa ‘stres’ yang baru karena harus ada
di lingkungan yang bukan kita banget atau jauh berbeda dengan karakter
anak-anak yang ‘luar biasa’ cerdasnya. Pada saat itu saya merasa harus do
something more than hanya mengajar anak-anak karena kegiatan ini membutuhkan
dana dan tenaga yang lebih kompeten (background saya sebagai mahasiswa ekonomi
tidak cukup bisa meng-handle anak-anak).
Pada
kondisi tersebut saya tersadarkan akan sebuah permasalahan yang dapat diubah
menjadi sebuah peluang. Alhamdulillah Allah menjadikan saya sebagai manusia
yang suka belajar sehingga selama di Thailand saya belajar banyak hal terkait
dengan salah satu social movement dalam bidang ekonomi yang lebih dikenal
dengan kewirausahaan sosial melalui SIFE MUIC, dan mempelajari peran mahasiswa
dalam kegiatan-kegiatan sosial melalui Volunteering Club MUIC. Saya pun belajar
bagaimana menghadapi bagaimana beradaptasi dengan perbedaan melalui
Multicultural Club MUIC juga terlibat dalam Cycling Club MUIC. Hobi travelling
dan shopping membawa saya ke berbagai tempat mulai dari pasar tradisional
sampai dengan mall mewah di Thailand yang memang memiliki concern dalam
industri kreatif. Sangat mudah menemui produk kreatif dan handmade di Thailand
dan karena hobi belanja itu saya membawa beberapa produk yang menjadi inspirasi
pada awal-awal menginisiasi Dreamdelion.
By
the way, apa permasalahan yang saya maksud sebelumnya? Masalah tersebut adalah
ibu-ibu yang saya temui saat saya datang dan pulang dari sanggar menghabiskan
waktunya untuk duduk lalu ngobrol, dan menonton sinetron.Ternyata mereka
menganggur atau tidak memiliki pekerjaan, hanya sebagai ibu rumah tangga (saya
tidak menyepelekan pekerjaan ibu rumah tangga namun dalam hal ini konteksnya
ibu-ibu yang ada sebenarnya ingin bekerja namun dibenturkan dengan keterbatasan
pendidikan dan keahlian). Artinya, cari dulu permasalahan sosial apa yang ada
di sekitar kita dalam memulai sebuah bisnis sosial. Bukan membuat bisnisnya
dulu baru memecahkan masalahnya karena belum tentu bisnis tersebut tepat untuk
menyelesaikan masalah yang ada.
Produk apa yang
dihasilkan oleh Dreamdelion?
Handicraft
dengan tipe produk cottonicious, flanelliocious, jeanlicious, bando head wrap,
crafish, grabear, dan lain-lain. Produk-produk yang dihasilkan umumnya terbuat
dari bahan baku limbah sehingga menjadi produk yang eco-friendly (ini menjadi
value added bagi produk Dreamdelion).
Bagaimana dengan SDM
(Sumber Daya Manusia) pengurus yang tersedia?
Pada
awalnya hanya ber-9, lalu sekitar bulan Oktober terdapat 15 orang bergabung.
Saat ini tercatat 30 orang pengurus dengan puluhan volunteers. Misalnya untuk
program Manggarai Cerdas terdapat 80 volunteers, belum termasuk volunteers
Manggarai Sehat dan Manggarai Berkarakter.
Apakah terdapat
hambatan dalam menjalankan Dreamdelion?
Jelas
banyak sekali tapi tim kami menganggapnya sebagai tantangan. Kalau mau maju
harus berani dan siap menghadapi tantangan-tantangan, untuk naik seseorang
harus mendaki seperti itu mungkin analoginya. Tantangannya mulai dari tidak ada
pendanaan yang akhirnya diselesaikan dengan dana swadaya; SDM yang kadang ada
lalu kadang menghilang namun seiring berjalannya waktu dapat melahirkan rasa
komitmen dan bertanggung jawab, nah kalau masalah ini harus diselesaikan dengan
komunikasi dan koordinasi yang baik serta penempatan orang sesuai dengan
passion-nya; serta awalnya juga tidak ada mitra usaha atau konsumen sehingga
proses produksi terus berlangsung tanpa pasar yang jelas, dapat diselesaikan
dengan memperluas jaringan dan meningkatkan media komunikasi yang dapat
digunakan. Yakini saja bahwa setiap masalah itu jika diubah menjadi tantangan
justru akan menguatkan dan membuat diri kita berlari lebih cepat dan
menyelesaikannya dengan lebih tangkas & cerdas.
Siapa yang bisa
menjalankan bisnis sosial seperti Dreamdelion?
Sebenarnya
tidak ada batasan pendidikan maupun usia. Ada yang bertanya apakah bisa dilaksanakan
oleh anak SMA? Ya jelas bisa jawabannya karena apa yang kami lakukan di
Dreamdelion adalah panggilan hati, pekerjaan yang insyaAllah menjadi investasi
dunia dan akhirat untuk kami yang terlibat. Ini masalah komitmen dan keinginan
untuk benar-benar mendedikasikan diri untuk terjun, menyelami, dan
membangkitkan masyarakat yang membutuhkan.
Penghargaan apa yang
sudah diterima Dreamdelion?
Buat
kami penghargaan itu adalah bonus bukan target dan tujuan saat awal kami
mendirikan Dreamdelion. Beberapa penghargaan yang sudah kami terima sejak 18
Juli 2012 adalah :
1. 2nd
Round 5th Aseanpreneurs, 2013 (sedang dalam proses)
2. The
Most Innovative Business Idea ELD Awards, FEUI, 2012.
3. Young
Educator Awar, 2012.
4. Top
3 Start Up Creative Industry, Mandiri Bersama Mandiri, 2012.