20140430

Menjadikan Aktif dan Berkarya sebagai Gaya Hidup Perempuan!

Seringkali saya mendapatkan pertanyaan yang sama, tidak hanya sekali dua kali atau hitungan jari. Baiklah saya akan mencoba menjawabnya melalui tulisan ini ya sehingga ketika ada yang bertanya lagi bisa saya minta langsung membuka blog ini karena kadang keterbatasan ruang dan waktu membuat saya tidak bisa menjelaskan dengan detail sesuai harapan penanya :)

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul itu seperti misalnya...

"Kak, saya kan perempuan dan kalau terlalu aktif nanti jadi tidak seperti perempuan. Kenapa kakak kok ngelakuin ini itu?"
"Gimana sih cara kamu ngelakuin semua kegiatan? Kayaknya nggak ada habisnya, emang nggak capek ya?"
"Aduh  jadi cewek aktif banget, awas lho ntar nggak punya suami. Nggak takut?"
 "Motivasi kakak sebenarnya apa ya ketika melakukan berbagai kegiatan?"
 "Pernah istirahat nggak sih? Weekdays di kantor terus weekend di luar terus..." 

Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang intinya adalah kenapa kok bisa aktif?
Sejak kecil saya bukan termasuk anak yang aktif, cenderung penakut dan sangat tertutup. Saya lahir di Surabaya dengan latar belakang orangtua dari Ngawi, lalu sempat tinggal di Probolinggo dan besar di Jember. Lingkungan saya hanya berkisar rumah dan sekolah, juga tempat les mengaji, mata pelajaran, dan sempoa. Saat SD saya pernah dikirim mengikuti seleksi siswa teladan, namun gagal karena belum setengah perjalanan saya mengalami sakit perut yang sangat menganggu dan terpaksa pulang. Sejak itu saya tidak punya kepercayaan diri untuk mengikuti kompetisi apapun, sejak itu juga guru-guru saya tidak pernah percaya mengirim saya untuk lomba apapun. Lomba siswa teladan itu saya pikir akan menjadi lomba pertama dan terakhir seumur hidup saya.

Many of life's failures are people who did not realize how close they are were to success when they gave up - Thomas A. Edison

Sayangnya saya tidak pernah membaca quote tersebut ketika masih SD sehingga saya sudah terpuruk sendiri dalam pikiran-pikiran negatif saya bahwa kalau lomba pasti sakit perut. Akhirnya saya yang tadinya tertutup menjadi semakin tertutup, saya merasa sangat bersalah karena tidak bisa juara saat itu. Perasaan itu saya bawa dari kelas 4 SD sampai akhirnya lulus sekolah dasar. Saya tidak suka bermain dengan anak-anak seumuran saya, lebih suka menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran agar bisa menjadi salah satu yang terbaik di kelas --- peringkat kelas penting sekali bagi saya saat itu.

Beranjak semakin berusia, dari Jember ke Ngawi. Saya pun memasuki bangku SMP, situasi yang sangat berbeda dengan ketika SD. Semua orang di sekeliling saya menggunakan bahasa jawa, sementara di SD dulu mayoritas berbahasa madura. Saya tidak mengenal satu pun dari isi kelas, sementara teman-teman saya sudah berkelompok sesuai SD-nya dulu. Jujur saya sangat takut berada di lingkungan yang baru, asing. Saya mulai coba memberanikan diri duduk di dua kursi paling belakang dan berkenalan dengan beberapa orang. Mereka menyambut ajakan berteman saya dengan baik, diam-diam saya mulai lega. Punya setidaknya beberapa teman di hari pertama cukup baik dibandingkan tidak sama sekali. 

Saya merasa menjalani kehidupan luar biasa selama 3 tahun tersebut. Dulu saya dibilang 'orang paling nggak peka sedunia' karena apapun yang terjadi di sekitar saya asalkan tidak berpengaruh dalam kehidupan saya maka tidak akan menimbulkan reaksi apapun pada diri saya. Saking cueknya itu mungkin saya nggak punya teman, dulu ketika SD saya sangat idealis dan tidak mau memberikan contekan kepada teman bahkan tidak mau menunjukkan PR saya untuk disalin (waktu itu saya bertugas memeriksa PR setiap hari dan saya harus melaporkan kepada Bu Guru apakah ada yang tidak mengerjakan PR). Saat di SMP saya membentuk peer group bersama Mita, Siska, Nanda, Yasmine, Roza, dan Nani. Peer group saya saat itu cukup dikenal tidak hanya di kalangan teman sejawat, tapi juga kakak kelas dan guru-guru. Saya belajar banyak hal dari 3 tahun ini, bukan hanya karena terpisah dengan orangtua dan merasakan kehidupan sebagai anak kos, tapi juga bagaimana saya harus bisa bersosialisasi dengan baik bersama teman-teman dan orang-orang di sekitar lingkungan saya. Akhirnya saya belajar bahwa nilai bukan segalanya.

Saya menemukan diri saya yang sebenarnya dalam 3 tahun perjalanan ini. Peer group saya sangat membantu dalam proses tersebut. Sampai sekarang kami masih saling mengkontak, beberapa kali bertemu. Berbeda profesi tidak membuat kami jauh, jarak dan waktu bukan penghalang silahturahmi bagi kami. Sekarang ada yang menjadi dokter, dokter hewan, bidan, ahli kimia, dan dua dari kami menjadi banker. Saya menemukan diri saya yang sebenarnya, saya juga mulai berani berbicara di depan umum, saya mulai mencoba hal-hal baru yang menantang, saya belajar bagaimana menjaga pertemanan lebih dari sekedar memperoleh keuntungan. Saya menikmati kehidupan saya saat itu, meskipun tidak ada kehidupan yang tidak diwarnai dengan suka-duka-tawa-tangis-dan lain-lainnya. Saya belajar pertama kali untuk berani menunjukkan tulisan-tulisan saya kepada peer group saya, mereka selalu mengapresiasi dan memberikan saran perbaikan. Proses hidup mengajarkan pada saya seberapa penting mereka dalam perjalanan hidup saya, membentuk diri saya yang sekarang.

"I don't feel much like Pooh today," said Pooh.
"There there..." said Piglet. "I'll bring you tea and honey until you do."
 -A.A. Milne, Winnie The Pooh-

Saya kembali ke Jember saat SMA. Kembali suasana yang baru, namun bedanya saya mengenal beberaapa wajah teman SD saya saat berada di SMA. Saya berjilbab pertama kali di kelas 1 SMA, saat resmi diterima di SMA Negeri 1 Jember ketika itu. Saya masuk ke kelas X-3 yang terkenal sangat ramai diantara kelas lainnya. Lalu saya masuk IPS karena saya suka ekonomi-akuntansi saat itu. Ketika kelas 2 SMA, saya mencoba kompetisi akuntansi yang diadakan oleh STAN. Benar kejadian itu terulang, saya sakit perut di tengah perjalanan. Saya pun gagal dan membuat tim saya gagal.

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil - Mario Teguh.

Tapi kali itu saya mencoba tidak menyerah. Saya mengikuti satu persatu kompetisi ekonomi-akuntansi-penulisan ilmiah dan Alhamdulillah sedikit demi sedikit saya memetik hasilnya. Rutinitas saya tidak membuat saya menjadi tidak memiliki teman seperti di SD, saya justru bisa mendapatkan banyak teman bahkan dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa karya saya selama SMA dapat dibaca disini : LinkedIn Alia Noor Anoviar

Setiap bulan saya mendapatkan teman-teman baru, datang ke tempat yang baru, berkreasi dengan penelitian-penelitian yang baru. Saya merasa menjadi semakin hidup! Sampai akhirnya pasca SMA saya memutuskan kuliah di FEUI dan mengambil Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Saya kembali dapat belajar hal baru, pengalaman seru dan menantang, teman-teman yang lebih beragam. Masih menekuni dunia tulis menulis, semua tentang jurnalistik saya coba pelajari di Badan Otononom Economica FEUI, masih juga mengikuti kompetisi namun mulai beralih ke ranah sosial-politik-ekonomi. Mulai berani menulis di koran, lalu kumpulan esai dalam buku, jurnal-jurnal nasional dan internasional. Lama-lama saya mulai merasa bahwa bukan 'menulis' yang menggerakkan saya untuk terus menulis, tapi kesempatan travelling dan bersosialisasi yang membawa saya ke tempat-tempat baru dengan orang-orang baru menjadi motivasi terbesar mengapa saya harus terus menulis dan meneliti. Ini link album-album foto selama saya menjalani berbagai rutinitas di tingkat perguruan tinggi : Facebook Alia Noor Anoviar

Saya paling suka ketika mendapat kesempatan sekedar menjadi asisten dosen, asisten peneliti, asisten konsultan hahahaaaa meski kadang cuma mengerjakan hal-hal administratif, tapi lebih banyak yang benar-benar terlibat aktif dalam penyusunan buku misalnya. Saya pernah jadi SPG produk bank dan sabun herbal, saya suka menjalani semua itu meskipun mungkin uangnya tidak seberapa karena tidak semua hal bisa dinilai dengan uang atau materi. Hal paling penting saat melakukan sesuatu adalah ANTUSIASME diri kita sendiri.

Nothing great was ever achieved without enthusiasm - Emerson

Hal yang paling terasa saat kita bisa terlibat aktif dalam berbagai kegiatan adalah menemukan SPECIAL CIRCLE yang pasti tidak semua orang bisa memasukinya. Ketika saya mulai aktif di SMA untuk jurnalistik maka saya bisa memasuki circle jurnalis, bertemu dengan orang-orang yang hari-harinya dimanfaatkan untuk mendapatkan berita-berita sesuai bidangnya, mendengarkan pengalaman lapangan mereka, lalu membaca karya-karya mereka dalam rangkaian kata atau melihat karya mereka dalam layar kaca. Lalu ketika saya mulai aktif menulis, saya memasuki circle penulis yang lebih suka mengungkapkan perasaannya melalui kata, mereka yang terus berusaha hidup tanpa banyak bicara secara verbal. Dan saya memasuki circle lainnya, mereka yang gemar dengan kompetisi dan mungkin berkompetisi menjadi gaya hidup mereka; entah menang atau kalah tapi mencoba sebaik mungkin membuktikan kompetensi diri. Selanjutnya saya memasuki circle teman-teman dari internasional ketika exchange atau mengikuti kegiatan lainnya di luar. Melihat bagaimana budaya, bahasa, dan banyak hal berbeda antara saya dan mereka. Itu sangat menyenangkan! Saya terus berjalan dan mencari circle apalagi yang bisa saya masuki, dunia aktifis kampus dengan hingar bingar perjuangan, idealisme ala anak muda yang membuat saya tertantang untuk punya semangat perjuangan yang sama. Lalu circle para sociopreneur melalui Dreamdelion, change makers, business, dan mengkreasikan kolaborasi swasta-pemerintah-NGO-masyarakat yang super seruuuuuuuuuuuuuuu! Dan sekarang saya memasuki circle baru, dunia para bankers yang totally different dengan circle-circle yang saya masuki sebelumnya.

Pada akhirnya saya ingin bicara bahwa menjadikan aktif dan berkarya sebagai gaya hidup (LIFESTYLE) adalah sebuah keharusan. Lelah itu memang terasa tapi rasa senangnya mengalahkan. Terutama bagi perempuan (sekali lagi bukannya mau main gender ya), kita nantinya akan menjadi pendidik, membangun peradaban, pencipta karya-karya hebat, dan orang-orang yang akan merawat calon penerus bangsa ini agar bisa menjadi bangsa yang hebat. 

Keren nggak sih saat kita sebagai perempuan bisa menceritakan kepada anak-anak kita nanti bukan cerita tentang cinderella, snow white, atau film-film kartun? Namun kita bisa menceritakan tentang kehidupan nyata, perjalanan-perjalanan hebat, pengalaman-pengalaman dengan berbagai nilai di dalamnya, dan segala sesuatu yang memang kita alami, bukan hanya bersumber dari buku atau cerita orang lain. Sepertinya sangat indah dan tidak mudah melakukannya, tapi saya optimis bahwa kita (perempuan) bisa! Kita (perempuan) pasti bisa menjadikan aktif dan berkarya sebagai gaya hidup untuk membangun peradaban yang lebih baik lagi bagi generasi masa depan. #PerempuanHarusOptimis!


Karakteristik istimewa peradaban modern adalah tak terbatasnya bermacam-macam keinginan manusia. Karakteristik peradaban kuno adalah larangan keras dan aturan tegas terhadap keinginan-keinginan itu - Mahatma Gandhi

Ditulis Oleh :

Alia Noor Anoviar 







No comments: