“Gerak adalah sumber kehidupan dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini
bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang.”
Begitulah kalimat yang diucapkan
Bung Karno pada 1960 di mana aksi politik kedaulatan modal yang
diterapkannya telah dimulai sejak 1957. Bung Karno menganggap bahwa
penguasa energi adalah pemenang dan menurutnya Indonesia memiliki banyak
minyak dan pasar yang luas sehingga Indonesia adalah bangsa yang
berpotensi besar menjadi pemenang dengan menciptakan sendiri
kemakmurannya.
UU No 40 Tahun 1960 menyatakan bahwa seluruh
minyak dan gas alam dikelola oleh negara atau perusahaan negara.UU
tersebut tentunya menjadi hambatan bagi keberadaan MNC’s seperti
Stanvac, Caltex (sekarang Chevron), dan Shell yang beroperasi di
Indonesia.Bung Karno membuat UU tersebut menjadi landasan hukum agar
tidak terbuka celah bagi perusahaan asing yang ada di Indonesia untuk
berbuat kerugian dan adanya kewajiban bagi perusahaan asing tersebut
untuk mampu memberikan kemakmuran bagi bangsa Indonesia atas
investasinya, jika tidak maka akan dilakukan nasionalisasi perusahaan
asing.
Bung Karno berambisi untuk menjadikan Permina, yang
berganti nama menjadi Pertamina, menjadi perusahaan terbesar minyak di
dunia. Perjuangan Bung Karno menjadikan Indonesia memiliki kedaulatan
modal di mana kedaulatan energi menjadi misi penting di dalamnya,
ternyata menjadi sesuatu yang kurang diperjuangkan oleh pemimpin
setelahnya.
Pengelolaan energi di Indonesia dari hulu
(eksplorasi) hingga hilir (penjualan) terlihat sangat memprihatinkan.
Runtuhnya kedaulatan energi di Indonesia tengah menjadi bahan
perbincangan berbagai kalangan masyarakat yang disinyalir timbul akibat
kepemimpinan yang lemah dan korup, mentalitas dan paradigma, serta
sistem pengelolaan kapitalisme yang digunakan (M. Hatta, 2012).
Chevron
yang keberadaannya dulu dibatasi di masa Bung Karno, saat ini telah
berani mengkalim menjadi perusahaan energi terbesar di Indonesia.
Runtuhnya kedaulatan energi di Indonesia merupakan wujud pengingkaran
terhadap Pasal 33 UUD 1945 di mana seharusnya energi menjadi komoditas
strategis yang dikuasai negara dan digunakan untuk kepentingan
masyarakat, bukan sekadar komoditas komersial yang dengan mudahnya
dikuasai pihak asing seolah-olah Indonesia tidak memiliki kemampuan
domestik dalam mengelola sumber daya energi tersebut. Bergerak untuk
merebut kedaulatan energi di Indonesia menjelang 67 tahun kemerdekaan
merupakan sebuah urgensi. ●
ALIA NOOR ANOVIAR
Mahasiswi Manajemen Sumber Daya Manusia,
FEUI, 2009. Penerima Beasiswa Unggulan CIMB Niaga
Link
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/504347/
No comments:
Post a Comment