20110727

Menanti Bulan dan Menanti Menjadi Bulan


Coba lihat… Bintang-bintang itu berkedip-kedip seolah seorang pria yang hendak menyihir wanitanya dengan pandangan menggoda mengetarkan rasa. Kali ini aku mulai mencoba menghitung bintang-bintang di langit hati, “satu… dua… tiga… empat… lima… dan …” Ooohhh satu per satu sinarnya meredup, bintang-bintang itu pun menyalahkanku, “kamu terlalu lama menghitung. Kamu lambat. Harusnya lebih cepat.” Bintang-bintang meredup dan lalu menghilang, sementara beberapa tetap di tempatnya dengan setia menunggu dan menunggu di langit hatiku. Dan kembali ada bintang yang bermunculan, sementara bintang lain memilih untuk tidak lagi menungguku menghitung bersama waktu.

Tatap nanar mataku masih tertuju pada bulan, aku masih menunggu bulan. Deg!!! Aku pun tersadar, bukankah aku sudah berjanji untuk menjadikan salah satu bintang itu menjadi bulan. Ya aku sudah berjanji dan menjadi sebuah kewajiban untuk menepatinya. “Bintang-bintang, tunggu ya. Aku akan menyulapmu menjadi bulan. Aku tidak mau bermain-main dengan bintang-bintang yang sebenarnya memiliki kehidupan sendiri. Aku ingin bulan, satelit bumi alami satu-satunya. Aku ingin bulan…”

Kali ini aku tidak hanya terduduk diam atau memandangi bintang-bintang dari balik jendela kamar. Aku mulai berjalan di tengah kelamnya malam. Entah mengapa, bintang-bintang itu menerangi dengan senyumnya tersendiri. Aku pun membalasnya dengan senyum atau gelak tawa bahagia. Ketika dua bola mataku menangkap sebuah cahaya yang sangat terang menyilaukan penglihatan, yaaaa itu… “bintang? Atau sebenarnya kau adalah bulan…?”

Tersipu malu aku karenanya, ku tutup muka dengan kedua tangan. Aku pun berlari untuk menata langit hati. Aku tidak mau gegabah, mengambil keputusan memilih bintang untuk dijadikan bulan seperti sebelumnya. Aku tidak mau lagi dicampakan oleh bintang yang berpura-pura menjadi bulan atau berpura-pura menganggapku bulan padahal aku hanya bintang di langit hatinya. Aku tidak mau lagi meneteskan airmata dan membodohkan diri karena kebohongan langit hati.

Usai menata hati, aku ingin kembali melihat bintang-bintang itu. Melihat mereka menyerah satu per satu karena waktu yang ku pinta terlalu lama untuk menghitung keberadaan mereka. Melihat mereka terus menerus menerangi langkahku dan lalu menimbang cahaya bintang mana yang paling terang mengiringi setiap derap langkahku yang lemah. Melihat bagaimana mereka melihatku dengan segala kekurangan yang mungkin saat ini belum mereka mengerti karena mereka menutupi dengan kelebihan yang serba terbatas dari diri ini. Bukan… Aku bukan ingin menyakiti, aku hanya tidak mau bersombong diri atau menjadi kufur karena bintang-bintang itu. Aku hanya ingin menemukan satuuuu saja bintang yang nantinya akan menjadi bulan di langit hati ini, hanya satu, hanya satu yang dapat bertahan dalam waktu, dalam waktu yang tidak berusaha aku reka tetapi akan berjalan secara alamiah. Satu bulan, dimana kamu sekarang? Dan bintang-bintang pergilah saat kamu berpikir bahwa aku bukanlah bukan, bahwa aku hanya bagian dari bintang-bintang untukmu, dan bahwa aku hanya membuang waktumu untuk menunggu. Tenang saja, aku tidak pernah menuntut kesempurnaanmu sebagai bulan karena aku pun tidak akan pernah bisa menjadi bulan yang sempurna.

Depok, 27 Juli 2011 Pukul 21.21
Menanti Bulan dan Menanti Menjadi Bulan

No comments: