“Bila seorang anak hidup dengan kritik,ia akan belajar menghukum.Bila seorang anak hidup dengan permusuhan, ia akan belajar kekerasan. Bila seorang anak hidup dengan olokan,ia belajar menjadi malu. Bila seorang anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah. Bila seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Bila seorang anak hidup dengan keadilan,ia belajar menjalankan keadilan. Bila seorang anak hidup dengan ketentraman, ia belajar tentang iman. Bila seorang anak hidup dengan dukungan,ia belajar menyukai dirinya sendiri. Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan , ia belajar untuk mencintai dunia.”
― Dorothy Law Nolte, Children Learn What They Live: Parenting to Inspire Value
Kali ini saya ingin menghadirkan sebuah cerita, bukan sekedar cerita biasa karena ini adalah cerita yang benar adanya. Saya jadi tau mengapa seorang ibu dan bapak menjaga anak-anaknya dengan sebaik mungkin, ya kemarin membuat saya semakin tau mengapa cinta orangtua itu tanpa batas.
Buat kami, saya dan teman-teman Dreamdelion, anak-anak Manggarai tak ubahnya seperti anak-anak kami. Meskipun mungkin para pembaca tulisan ini akan berkata, "ah kamu berlebihan...", kami memang bukan orangtua biologis mereka namun untuk saya pribadi yang 2 tahun lebih membersamai mereka, melihat proses mereka tumbuh dan menjadi anak-anak yang cerdas, tentu timbul perasaan sayang yang mungkin sama dengan sayangnya orangtua mereka terhadap mereka. Di hadapan anak-anak sanggar tersebut, kami berhati-hati menjaga kata dan perilaku karena kami sadar mereka akan menduplikasi dengan mudah apa yang kami lakukan dan perlihatkan. Jangankan memukul atau mencubit, membentak saja tidak pernah kami lakukan. Berkata dengan nada tinggi kami lakukan jika mereka sudah terlampau tidak disiplin di sanggar, namun sekali lagi semua itu kami lakukan dengan batas-batas yang tetap santun.
Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, kami berusaha memberikan yang terbaik, menyediakan fasilitas yang mereka butuhkan untuk berkembang. Berbagai pendekatan kepada sponsor dan donatur, sampai hasil bisnis sosial Dreamdelion mayoritas kami peruntukkan untuk anak-anak tersebut karena kami yakin nasib peradaban bangsa Indonesia ini di tangan mereka. Sungguh rasa sayang kami ini tidak sesederhana deretan kalimat sepertu tulisan yang saya buat ini, menjadi panutan bagi mereka bukan hanya kewajiban bagi kami namun sudah menjadi kebutuhan yang harus kami penuhi.
Tidak sekali saya menangis ketika mereka berperilaku tidak baik, namun tentu itu tidak melunturkan sayang saya pada mereka. Saya menangis karena merasa belum bisa memberikan contoh yang baik sehingga mereka berperilaku kurang baik. Kakak-kakak lainnya pun tidak sedikit yang sedih ketika melihat mereka berperilaku kurang baik, namun anak-anak tetaplah anak-anak, mereka memiliki magnet tersendiri untuk membuat kami jatuh hati - tetap bertahan dan terus tumbuh bersama mereka.
Saya sangat bersyukur, Allah mempertemukan saya dengan kak Farah yang akhirnya memperkenalkan saya juga dengan kak Ais, kak Cipi, dan kak Wanti. Lewat kak Farah dan teman-teman di Dreamdelion Cerdas, saya pun akhirnya mengenal Marissa, Lia, Niken, dan Risya yang sekarang menjadi pengurus inti Dreamdelion Cerdas. Saya belajar banyak dari mereka yang lebih paham tentang anak-anak, paham bagaimana metode belajar yang menyenangkan untuk membentuk anak-anak kami menjadi berkarakter baik dan tentunya berprestasi, punya mimpi untuk direalisasikan.
Kemarin saya melihat Marissa bercerita sambil menangis karena anak-anak kami diperlakukan tidak baik dalam sebuah acara, anak-anak kami tidak dijaga sehingga ada yang terluka karena berkelahi, dan anak-anak kami dibedakan dengan anak-anak lainnya. Sebagai 'orangtua' mereka tentunya kami sangat kecewa, kami berusaha menjaga mereka dengan sangat baik, terlebih mencoba memberikan contoh nilai-nilai yang baik untuk dapat diinternalisasikan dalam diri mereka, sehingga wajar ketika anak-anak kami tersebut diperlakukan tidak baik oleh siapapun maka kami marah. Ketika bertemu mereka kemarin, mereka langsung menyalami saya, beberapa anak bergelayutan manja, melingkarkan tangannya di pinggang saya, lalu saya tanya apa saja yang mereka lakukan di acara tadi dan mereka pun bercerita. Saya tanya, "kalian suka dengan kakak-kakak disana?" Mereka serempak menjawab tidak, mereka tidak mau ke acara itu lagi, mereka tidak mau bermain di sana
Berbuat baik itu pasti bukan perkara yang mudah, apalagi berbuat baik kepada anak-anak. Namun saat mencoba berbuat baik, tolong juga diperbaiki niatnya dan belajar berperilaku baik karena anak-anak sangat peka, jangan sampai perilaku tidak baik kita mereka contoh. Jika memang tidak siap untuk menjadi fasilitator sanggar belajar atau tidak memiliki ilmunya sama sekali, maka belajarlah lebih dahulu, ikuti pelatihan-pelatihan tentang cara mengajar anak-anak misalnya. Sanggar Dreamdelion sendiri menyadari pentingnya pelatihan-pelatihan tersebut, karena itu kami akan secara rutin minimal 4 kali dalam satu tahun mengadakan pelatihan untuk para fasilitator atau pengajar sanggar belajar dan pengurus Dreamdelion Cerdas.
No comments:
Post a Comment