20110607

Waktu Tak Pernah Cukup...

Gadis hanya bisa memandangi dari balik jendela kamarnya. Menanti sang pujaan hati yang tak kunjung datang. "Ah... jalanan pasti macet jadi mungkin beberapa menit lagi dia akan datang." Hibur Gadis pada dirinya sendiri. Gadis masih memandang dari balik jendela dalam temaram lampu. Lampu didalam kamar memang sengaja dimatikan agar Bunda mengiranya telah tertidur lelap seperti malam-malam sebelumnya.

Ooohhh dia datang. Lihat ditangannya tergenggam sebuket bunga mawar kesukaan Gadis. "Benar kan kataku, dia hanya terlambat untuk beberapa menit. Dia tidak mungkin melupakan janjinya..." Gadis menyeka airmata yang sempat tercecer di pipinya lalu membuka pintu kamar perlahan.

"Kak... kok telat?" Tanya Gadis manja saat berada tepat dihadapan Pria, kekasihnya. 

Pria memandangi Gadis yang terlihat pucat, "Dis, kenapa kamu menyiksa diri seperti ini terus? Kan kakak sudah bilang sama kamu, lupakan kakak. Kakak mau kamu cari aja yang lain, seperti kakak yang sudah punya kehidupan lain."

Tatapan Gadis nanar, hidungnya kembang-kempis. "Jadi penantianku berjam-jam tadi hanya dihargai dengan pemutusan sepihak seperti ini? Jahat ya kamu..." Kini tangis Gadis menyeruak membelah keheningan malam.
Malam semakin larut. Dingin... Hati yang membeku... Hati seorang Gadis.

"Kakak bukan nggak sayang sama kamu, Dis. Bukan perkara yang mudah saat kakak harus menyuruh kamu pergi dengan lelaki lain, lelaki yang bukan seorang Pria. Bukan tidak sakit saat kakak nanti harus melihat kamu dan lelaki itu bergandeng tangan mesra seperti yang selama ini kita lakukan dan lalu bertukar cincin seperti yang sudah kita lakukan beberapa bulan silam. Bukan juga hal yang sederhana untuk mengurai pernyataan perpisahan yang saat ini kakak utarakan. Dengan segala kerendahan hati dan keikhlasan untuk melihat Gadis bahagia, kakak rela melakukan semua ini." Pria lalu memeluk Gadis. Gadis sendiri tak membalas pelukan itu, dia masih terpaku dalam tangis dan rasa kecewanya tepatnya rasa kesepian yang memburu akhir-akhir ini.

Gadis melepaskan diri dari pelukan Pria, "aku tidak tahu apa yang terjadi padamu beberapa waktu yang telah berlalu. Aku juga tidak tahu bagaimana perasaanmu menjadi terkubur tak tentu. Aku... Aku memang tidak pernah bisa mengikhlaskan kepergianmu. Bukan karena aku egois atau tidak bisa mencari yang lain. Aku melakukannya karena aku menyayangimu... Sungguh!!!"

Sepertinya Bunda dan Ayah mendengar teriakan Gadis. Mereka keluar dengan tergopoh-gopoh, memastikan puteri semata wayangnya dalam kondisi yang aman. Mata Bunda memerah, namun tangis tak menetes dari kedua matanya. Dia menuntun Gadis kedalam rumah.

"Masuk yuk Nak, rasakan udara semakin dingin nanti Gadis sakit kalau terus diluar." Bujuk Bunda.

"Nggak Bunda, Gadis mau Pria menjelaskan kenapa dia minta putus. Gadis nggak bisa Bun, nggak mau!!! Bukannya Gadis dan Pria sudah bertunangan? Bahkan Bun, saat upacara pernikahan kita, dia tidak datang. Dia bikin Ayah dan Bunda kecewa, juga bikin harga diri Gadis hancur berantakan. Dia jahat, Gadis ingin meluruskan semua ini dulu."

Ayah kini berada di depan mata Gadis, "cukup!!! Ayah bilang cukup, Gadis." Bentak Ayah.


"Ayah..." Ucap Gadis lirih.


Bunda menuntun Gadis masuk dalam rumah, sementara Ayah tetap berada di luar. Tak terasa, matanya telah basah. Ayah yang selalu terlihat kuat, tegas, dan tidak pernah menangis di depan keluarganya. Ayah yang kini menangis karena putri kecilnya yang telah dewasa menjadi lupa kenyataan. "Pria... Ijinkan Gadis hidup dalam dunianya. Ijinkan..."


Sementara itu di dalam rumah, Gadis terus berceloteh kepada Bunda-nya. "Bunda, tadi Pria membawakan sebuket mawar. Tapi nggak dikasih ke Gadis. Mungkin buat perempuan yang lain ya, Bunda? Atau... Pria tadi lupa memberikannya? Huuuuu Pria memang seperti itu, dulu dan sekarang tetap saja pelupa. Tapi, Gadis sayang banget sama dia, Bunda."


Bunda hanya bisa memandangi Gadis tanpa berkata apa-apa. Dua bulan telah berlalu, waktu telah berganti dengan begitu cepatnya. Tapi perasaan cinta dan kasih sayang itu tidak pernah pudar. Pernikahan yang telah dirancang setahun lamanya berubah menjadi tangis suram para tamu undangan. Gadis saat itu hanya terdiam. Satu per satu tamu undangan meninggalkan ruangan dan Gadis berteriak mencegah mereka semua. Tamu-tamu menatap Gadis dengan iba.


Andai saja hari itu tidak pernah ada acara pernikahan Gadis dan Pria. Andai saja tidak ada truk besar pemuat barang yang melaju kencang. Andai saja mobil ambulance cepat datang dan mengevakuasi korban. Andai... Sayangnya kata 'Andai' tidak pernah bisa memutar kembali waktu. Kata 'Andai' tidak akan pernah mengembalikan tawa bahagia Gadis dan Pria. Kata 'Andai' hanya akan menyesakkan yang ada di dua dunia.


Waktu tak pernah cukup... Tak pernah cukup melukiskan rasa cinta dan sayang yang dimiliki Gadis dan Pria. Kini Pria telah pergi jauh ke sana... entah dimana... Gadis hanya berharap Pria berada di sisi terindah-Nya. Menunggu Gadis yang hingga kini belum dapat melihat dunia tanpa seorang Pria.


Waktunya pasti akan tiba... saat Gadis dapat realistis, menerima takdir yang telah ditentukan-Nya. Tidak hanya menangis dan merutuki Waktu yang Tak Pernah Cukup...

Hari demi hari berlalu meninggalkan detik, menit, dan jam waktu
Berlalunya hari layaknya perasaan yang berlalu ini mungkin, entahlah bagaimana memastikannya
Tapi lagi-lagi aku tak yakin untuk mengiyakan atau menganggapnya sebatas pemanis hubungan
Menunggu waktu kembali berlalu? Rasanya aku sudah tak sanggup... 


Surabaya, 8 Juni 2011 Pukul 10.06
Melankonis Romantis ala Alia Noor Anoviar






1 comment:

My Life, My Dream, My Creativity said...

Wa'alaikum salam :D Salam kenal juga... oke2 :D